close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah personel polisi dan marinir TNI AL memegang bunga saat mengamankan aksi unjuk rasa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (1/10/2019). Antara Foto
icon caption
Sejumlah personel polisi dan marinir TNI AL memegang bunga saat mengamankan aksi unjuk rasa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (1/10/2019). Antara Foto
Nasional
Selasa, 21 November 2023 22:50

Kalau berani, ajukan hak angket soal netralitas TNI dan Polri

Pembentukan panja ini, agar TNI dan Polri tegas terhadap oknum-oknum di dalam institusinya yang terbukti tidak netral.
swipe

Menjelang kontestasi Pemilu 2024, Komisi I DPR membuat gebrakan dengan membentuk Panja Netralitas TNI. Panja tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan Utut Adianto. Panja Netralitas TNI ingin memastikan agar TNI berani menolak segala hal yang melanggar netralitas dalam Pemilu.

Seolah mengikuti, anggota Komisi III Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan juga telah mengusulkan agar Komisi III DPR membentuk panitia kerja (panja) pengawasan netralitas Polri pada perhelatan Pemilu 2024. Trimedya beralasan, akhir-akhir ini netralitas Polri sering disorot. Baik secara langsung atau melalui media sosial. 

Pembentukan panja ini, agar TNI dan Polri tegas terhadap oknum-oknum di dalam institusinya yang terbukti tidak netral. Netralitas TNI dan Polri dalam menghadapi pemilu penting. Mengingat TNI dan Polri menguasai senjata. Jangan sampai ada oknum TNI dan Polri memanfaatkan senjatanya untuk memaksa masyarakat agar memilih sesuai dengan kecenderungan oknum tersebut.

Tetapi sebagian kalangan menilai kalau pembentukan panja tersebut sebagai bentuk kegenitan anggota DPR terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Indikasinya terlihat dari pembentukan panja tersebut yang mepet dengan tahapan penting pemilu, yakni kampanye. Terlebih dengan maraknya pemberitaan soal situasi politik yang terjadi pada belakangan ini.

"Di satu sisi, anggota DPR yang juga anggota parpol ini harus berkonsentrasi di dapilnya masing-masing. Untuk mengamankan perolehan suara partai maupun anggota DPR itu sendiri. Di sisi lain, mereka harus melakukan rapat membahas netralitas TNI dan Polri. Jadi sepertinya pembentukan panja yang telah dilakukan Komisi I DPR dan yang akan dilakukan Komisi III DPR tidak bakal maksimal," kata peneliti Formappi Lucius Karus saat dihubungi Alinea.id, Selasa (21/11).

Khusus Komisi III DPR yang bakal membentuk Panja Netralitas Polri, dinilainya kurang pas. Pasalnya, ranah Komisi III adalah hukum. Sementara, persoalaan proses pemilu, termasuk netralitas Polri pada pemilu berada di Komisi II DPR. Kecuali, sudah ada kasus hukum yang mencuat dan ditangani terkait netralitas Polri pada pemilu.

Karena itu, jika DPR benar-benar serius memperdalam persoalan netralitas terhadap Polri maupun TNI. Lucius menyarankan agar anggota DPR mengajukan hak angket. Ini merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Tetapi masalahnya, apakah mereka berani? Padahal sebenarnya masalah netralitas. Baik itu TNI, Polri, maupun ASN, cukup layak untuk diselidiki mempergunakan hak angket. Dari pada mereka selalu berteriak soal netralitas TNI, Polri, dan ASN, menjelang Pemilu 2024!" ucap dia.

Tetapi Lucius tidak yakin kalau anggota DPR bakal mengajukan hak angket. Mengingat, usulan hak angket terhadap MK terkait putusan soal syarat capres-cawapres juga tidak ada kejelasannya. Padahal, hak angket yang diusulkan Masinton Pasaribu pada awal November ini, sempat menggemparkan DPR dan mendapatkan perhatian publik. 

Hal itu tampaknya disebabkan oleh semakin tidak jelasnya posisi dari masing-masing parpol pendukung pemerintahan. Apalagi setelah adanya perbedaan pilihan dukungan calon presiden diinternal parpol pendukung Jokowi. Sehingga memunculkan saling bargain antara parpol.

Sementara pengamat hukum tata negara, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Indonesia Wicipto Setiadi mengatakan, idealnya, netralitas dalam pemilu itu tidak hanya TNI-Polri saja, tetapi semua penyelenggara negara dan ASN, baik di tingkat pusat maupun daerah. 

Oleh karena itu, untuk menjaga netralitas, ada baiknya semua penyelenggara negara yang dicalonkan atau mencalonkan dalam jabatan yang melalui pemilihan umum harus mundur/nonaktif dari jabatan yang diemban atau mundur/nonaktif dari ASN.

Dia menduga pembentukan panja netralitas TNI dan Polri dikarenakan adanya parpol tertentu yang merasa dulu berada di dalam tetapi malah sekarang melakukan hal-hal yang tidak netral.

"Saya kira masalah netralitas dalam pemilihan umum tidak perlu dibentuk panjang atau hak angket. Yang penting penyelenggaraan pemilu dilaksanakan secara konsisten dengan mengedepankan asas pemilu, yaitu luber jurdil. Para penyelenggara negara harus memberikan teladan dengan melaksanakan asas pemilu tersebut secara konsisten," ucap dia.

Sementara Ketua DPR RI Puan Maharani merespons pembentukan Panja Netralitas TNI yang dibuat oleh Komisi I DPR. Puan berharap panja ini kian memastikan netralitas TNI dalam Pemilu 2024.

“Panja netralitas TNI kan sudah dibuat atau dilakukan dan akan dilaksanakan. Jadi TNI kami harapkan bisa menunjukkan netralitasnya karena sesuai dengan fungsinya adalah Tentara Nasional Indonesia,” kata Puan dalam keterangan resminya, Selasa (21/11). 

Puan pun menjelaskan netralitas dalam Pemilu 2024 juga harus berlaku bagi penegak hukum lainnya, termasuk Polri. Dengan begitu, pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan lancar, damai, jujur, dan adil.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan